Baru-baru ini teman saya meng- update status di media sosial. Ia mengeluhkan mahalnya nasi uduk dengan menu standar yang ia beli. Menu standar nasi uduk ini antara lain kondimennya (jiah kondimen) nasi uduk, bihun, tempe orek, dan semur tahu. Untuk racikan tersebut, paling mahal biasanya ia cukup membayar 12 ribu rupiah saja. Namun baru-baru ini lebaran H+2, ia mendapati tukang nasi uduk yang menjualnya dengan harga 15 ribu rupiah. Nah tukang nasi uduk tadi mungkin sadar betul bahwa tidak ada saingan di sekitarnya sehingga ia dengan santainya menaikkan harga jual dagangannya. " Kalo elu ga cocok, silakan cari tukang nasi uduk lain. Itu juga kalo elu dapet. Awokwok ". Selain pulang kampung, bisa jadi saingan tadi masih istirahat karena ada saudara yang datang berkunjung. Mereka masih ingin memanfaatkan waktunya untuk bersilaturahmi dengan saudara dan kolega. Berikutnya adalah tradisi-tradisi selepas lebaran yang masih berkaitan dengan makanan. Di hari H Idul Fitri, orang ...
Banyak orang mengeluh ekonomi sulit, terutama para pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Salah satu tersangka utama adalah penyelenggara judi online di Indonesia. Pasalnya, para penyelenggara praktik perjudian tersebut (bandar) adalah orang asing. Hal ini menyebabkan perputaran uang tidak terjadi di dalam negeri, melainkan ke luar negeri. Dulu jika orang memiliki uang 100 ribu, mereka akan belanja makanan dan sembako di warung terdekat. Kini dengan adanya judi online, orang punya pikiran bahwa uang 100 ribu yang didepositkan akan bertambah menjadi lima juta. Harusnya uang berputar di lingkungan masyarakat pelaku UMKM, kini uang tersebut justru ditransfer ke rekening bandar di luar negeri. Akibatnya, orang akan belanja alakadarnya dengan budget seketat mungkin. Pelaku bisnis UMKM menjadi lesu karena transaksi yang berlangsung menjadi tidak terlalu masif. Belum lagi isu yang santer belakangan ketika tukang parkir membuat seret pelaku UMKM. "Uang 2000 ribu tidak akan mem...
Ada banyak tempat-tempat yang model lapaknya saling mirip satu sama lain, seperti miniso, daiso, dan niceso. Selain sama dari segi konten dagangannya, tempat-tempat ini juga sama dari akhiran namanya yang pakai kata "-so". Sepertinya untuk penggunaan akhiran "-so" ini, mereka ingin membangun citra ala-ala Jepang di tokonya. Nah, baru-baru ini ada satu tempat lagi yang melanggar pattern akhiran -so dalam penamaanya, yaitu KKV. Sebelum KKV, ada juga toko yang penamaannya tidak mirip, yaitu Mr DIY. Nah, berhubung pinisirin , saya dan istri memutuskan untuk mengunjungi tempat tersebut. Sebenarnya bukan penasaran, tapi lebih kepada rekomendasi teman. Layaknya toserba (toko serba ada), berbagai barang dijual di toko tersebut, mulai dari kudapan ringan, boneka, tas, peralatan rumah tangga, pernak-pernik fesyen (kutek, skin care ), hingga elektronik tertentu seperti TWS, chargeran HP untuk di mobil, dan keyboard komputer. Jadi, tidak ada niche barang tertentu di toko mereka...
Comments
Post a Comment